Untuk lebih memahami ketentuan pajak atas bunga pinjaman, kita harus tahu dulu peraturan tentang Pajak Penghasilan atau lazim disebut PPh. Undang-undang terbaru tentang pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. PPH adalah pengenaan pajak penghasilan pada subjek pajak menyangkut penghasilan yang diperoleh atau diterima dalam suatu tahun pajak.
Subjek pajak itu dibebankan pajak jika memperoleh atau menerima penghasilan. Subjek pajak tadi dikenal dengan wajib pajak (WP). Subyek pajak yang dimaksud bisa orang pribadi atau perseorangan; warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; badan yang meliputi PT, CV, BUMN, BUMD, badan dan bentuk usaha tetap, persekutuan, perseroan, perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan atau lembaga, dan bentuk usaha tetap.
Membahas ketentuan pajak atas bunga pinjaman, dalam pasal 23/26 telah dijelaskan sebagai berikut : dari penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan berbentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau sudah jatuh tempo pembayarannya oleh Pemotong PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong PPh Pasal 23 oleh pihak yang wajib membayarkan:
1. Sebanyak 15% dari total bruto atas dividen, bunga, royalti; dan hadiah, penghargaan, bonus, dan semacamnya diluar yang sudah dikenakan PPh Pasal 21
2. Sebanyak 2% dari jumlah bruto dari : sewa dan penghasilan lain terkait pemakaian harta, selain sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan pemanfaatan harta yang sudah dibebankan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); dan imbalan terkait jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain diluar jasa yang sudah dikenakan PPh Pasal 21.
Bilamana Wajib Pajak yang memperoleh atau menerima penghasilan belum punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka besarnya tarif pemotongan yaitu lebih besar 100% dari tarif di atas.
Pemotongan PPh Pasal 23 tak dikenakan atas :
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3. Dividen yang bukan Objek PPh dan dividen yang diperoleh oleh orang pribadi (sebagai objek PPh yang bersifat final);
4. Bagian laba yang bukan objek PPh;
5. Sisa hasil usaha koperasi yang ditanggung koperasi untuk anggotanya; dan
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang merupakan penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh dilaksanakan di akhir bulan dibayarkannya penghasilan, disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan, yang mana yang lebih dulu. Waktu terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh yaitu ketika pembayaran, ketika disediakan untuk dibayarkan (misalnya: dividen) dan jatuh tempo (misalnya: bunga dan sewa), waktu yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (mirip: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya).
Dari transaksi sebagai objek pemotongan PPh Pasal 23 dimana pembayarannya dilaksanakan kantor pusat, untuk itu PPh Pasal 23 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh kantor pusat. Sementara dari transaksi sebagai objek pemotongan PPh Pasal 23 dimana pembayarannya dilaksanakan kantor cabang, contohnya pembayaran sewa mesin oleh kantor cabang, PPh Pasal 23 dipotong, disetor, dan dilaporkan kantor cabang tersebut.