Saat ini, sulit rasanya untuk menjalankah suatu usaha tanpa mengambil kredit, apapun jenis usaha kita. Kontraktor, sebelum pembayaran lunas, perlu mengupayakan biaya operasional terlebih dahulu. Pedagang, sebelum barang terjual tuntas, perlu membayar supplier dulu. Kekurangan uang tunai bisa mengakibatkan kegiatan usaha terhambat. Oleh karena itu, kredit usaha telah menjadi bagian integral yang sulit dipisahkan dalam bisnis.
Sesuai metode pembayaran bunga dan pokok pinjaman, kredit usaha dibedakan menjadi dua ialah pinjaman biasa dan pinjaman rekening koran (r/k). Untuk pinjaman biasa, uang pinjaman dari bank akan diberikan langsung ke peminjam untuk dipakai sesuai rencana. Sesudah itu peminjam harus mengangsur cicilan secara teratur pokok dan bunga secara berkala (normalnya setiap bulan). Jenis pinjaman tadi cocok untuk mereka yang mempunyai bisnis dimana arus kasnya rutin, misalnya toko atau produsen barang kerajinan. Arus kas rutin akan memudahkan peminjam dalam merencanakan pembayaran cicilan pinjaman dengan lebih longgar.
Sementara Rekening koran adalah produk pinjaman yang ditawarkan pihak bank kepada debitur dengan beberapa kelebihan. Kelebihan dari produk pinjaman tersebut yaitu bunga yang diberlakukan cuma besar uang yang digunakan dari plafon kredit yang diambil. Contohnya, nasabah mendapatkan plafon rekening koran Rp.100 juta, hanya saja cuma dimanfaatkan sebanyak Rp.50 juta , oleh karena itu bunga yang dibebankan cuma untuk pinjaman Rp.50 juta dan bukannya Rp.100 juta. Secara aturan, debitur harus membayar angsuran pokok plus bunga ketika mengangsur. Hanya saja jika posisi keuangan tak memungkinkan, debitur diperkenankan membayar bunganya saja.
Misal : Pak Budi mendapatkan pinjaman dari bank dimana suku bunga ditetapkan flat 12 % per tahun. Untuk satu bulan Pak Budi mesti membayar angsuran sebanyak Rp.2.000.000 untuk angsuran pokok ditambah bunga Rp.500.000. Sehingga untuk satu bulan terdapat outcashflow yang keluar yaitu Rp.2.500.000. Dari kasus tersebut tak ada pengaruhnya pada laba rugi. Tak ada akibat yang berbeda dengan penerapan cara angsuran konvensional sebab hasilnya sama. Sementara untuk cashflow atau aliran kas operasional akan berbeda dengan cara konvensional.
Kas masuk
Penjualan 30.000.000
Kas Keluar
Beli material 25.000.000
Biaya tetap 2.000.000
Biaya variabel 1.000.000
Biaya bunga 500.000
Sisa cashflow 1.500.000
Apabila mengadopsi cara konvensional, ada negatif cashflow sebanyak Rp.500 ribu, namun menggunakan produk pinjaman rekening koran maka cashflow atau arus kas menjadi positif. Bisa, sebab debitur tak harus membayar pokok hutang. Debitur cuma membayar bunga saja apabila situasi keuangan memang sedang tak bagus. Bilamana diberikan fasilitas kredit dari bank maka pertimbangkan pilihan cara membayar angsuran. Cara mengangsur seperti rekening koran cocok untuk mereka yang baru merintis bisnis.
Mungkin kelemahan pinjaman rekening koran adalah harus menyediakan aset untuk diagunkan. Bisa berupa sertifikat rumah ruko atau apartemen, surat kendaraan atau yang lainnya. Ini berbeda dengan Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang tak mengharuskan penyerahan jaminan.
Sesuai metode pembayaran bunga dan pokok pinjaman, kredit usaha dibedakan menjadi dua ialah pinjaman biasa dan pinjaman rekening koran (r/k). Untuk pinjaman biasa, uang pinjaman dari bank akan diberikan langsung ke peminjam untuk dipakai sesuai rencana. Sesudah itu peminjam harus mengangsur cicilan secara teratur pokok dan bunga secara berkala (normalnya setiap bulan). Jenis pinjaman tadi cocok untuk mereka yang mempunyai bisnis dimana arus kasnya rutin, misalnya toko atau produsen barang kerajinan. Arus kas rutin akan memudahkan peminjam dalam merencanakan pembayaran cicilan pinjaman dengan lebih longgar.
Sementara Rekening koran adalah produk pinjaman yang ditawarkan pihak bank kepada debitur dengan beberapa kelebihan. Kelebihan dari produk pinjaman tersebut yaitu bunga yang diberlakukan cuma besar uang yang digunakan dari plafon kredit yang diambil. Contohnya, nasabah mendapatkan plafon rekening koran Rp.100 juta, hanya saja cuma dimanfaatkan sebanyak Rp.50 juta , oleh karena itu bunga yang dibebankan cuma untuk pinjaman Rp.50 juta dan bukannya Rp.100 juta. Secara aturan, debitur harus membayar angsuran pokok plus bunga ketika mengangsur. Hanya saja jika posisi keuangan tak memungkinkan, debitur diperkenankan membayar bunganya saja.
Misal : Pak Budi mendapatkan pinjaman dari bank dimana suku bunga ditetapkan flat 12 % per tahun. Untuk satu bulan Pak Budi mesti membayar angsuran sebanyak Rp.2.000.000 untuk angsuran pokok ditambah bunga Rp.500.000. Sehingga untuk satu bulan terdapat outcashflow yang keluar yaitu Rp.2.500.000. Dari kasus tersebut tak ada pengaruhnya pada laba rugi. Tak ada akibat yang berbeda dengan penerapan cara angsuran konvensional sebab hasilnya sama. Sementara untuk cashflow atau aliran kas operasional akan berbeda dengan cara konvensional.
Kas masuk
Penjualan 30.000.000
Kas Keluar
Beli material 25.000.000
Biaya tetap 2.000.000
Biaya variabel 1.000.000
Biaya bunga 500.000
Sisa cashflow 1.500.000
Apabila mengadopsi cara konvensional, ada negatif cashflow sebanyak Rp.500 ribu, namun menggunakan produk pinjaman rekening koran maka cashflow atau arus kas menjadi positif. Bisa, sebab debitur tak harus membayar pokok hutang. Debitur cuma membayar bunga saja apabila situasi keuangan memang sedang tak bagus. Bilamana diberikan fasilitas kredit dari bank maka pertimbangkan pilihan cara membayar angsuran. Cara mengangsur seperti rekening koran cocok untuk mereka yang baru merintis bisnis.
Mungkin kelemahan pinjaman rekening koran adalah harus menyediakan aset untuk diagunkan. Bisa berupa sertifikat rumah ruko atau apartemen, surat kendaraan atau yang lainnya. Ini berbeda dengan Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang tak mengharuskan penyerahan jaminan.